Model Pemilihan Rektor UGM

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Model Pemilihan Rektor UGM

Date: 21-04-07 01:04i

Saat ini UGM punya pekerjaan 5 tahunan pemilihan Rektor. Banyak yang membicarakan adakah unsur demokrasi pada proses pemilihan rektor ini. Saya coba memahami seberapa jauh demokrasi terakomodasikan dalam proses pemilihan rektor tersebut. Acuan utama kerja pemilihan rektor saat ini adalah Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 45 Pemilihan Rektor
(1) Pemilihan Rektor diselenggarakan oleh MWA selambat-lambatnya 3
    (tiga) bulan sebelum masa jabatan Rektor berakhir.
(2) Untuk menyelenggarakan pemilihan Rektor, MWA membentuk Panitia
    Ad-hoc yang beranggotakan unsur-unsur MWA, SA, dan MGB.
(3) Pemilihan Rektor dilaksanakan secara berjenjang melalui
    a. Proses Penjaringan,
    b. Proses Pemilihan Calon Rektor, dan
    c. Proses Pemilihan dan Penetapan Rektor.
(4) Proses Penjaringan dilaksanakan untuk menyeleksi Bakal Calon Rektor
    melalui penelusuran jalur aspiratif pihak-pihak yang berkepentingan.
(5) Proses Pemilihan Calon Rektor dilaksanakan secara bertahap dalam
    Rapat Gabungan SA dan MGB untuk memilih 3 (tiga) Calon Rektor.
(6) Proses Pemilihan dan Penetapan Rektor dilaksanakan dalam Rapat
    Terbuka MWA selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum masa jabatan
    Rektor berakhir.
(7) Tata cara pemilihan Rektor diatur lebih lanjut dalam Keputusan MWA.

MWA telah membuat keputusan tatacara sebagaimana disebut dalam ayar 7 tersebut seperti yang bisa kita baca di mwa.ugm.ac.id Itulah yang berlaku saat ini. Dari ketentuan pasal 25 art ugm tersebut, jelas MWA punya kekuasaan mutlak dalam penentuan akhir rektor. Di milis dosen UGM pernah diperdebatkan tatacara pemilihan anggota MWA yang cukup ramai. Waktu itu saya baru menduga-duga ada keterkaitan dengan pemilihan rektor. Nampaknya memang ada. Berikut ini analisis sederhana proses demokrasi ala ART UGM

1. Karena yang memilih Rektor adalah Rapat Terbuka MWA dengan tatacara yang ditetapkan MWA, maka unsur demokrasi, kalau ada, masuk dalam perwakilan demos di MWA. Dalam proses ada pemilihan di iniRapat Gabungan SA dan MGB, tapi finalnya tetap MWA.

2. Anggota MWA dipilih dalam Rapat Senat Akademik Universitas, maka unsur demokrasi, kalau ada, masuk dalam perwakilan demos di Senat Akademik Universitas plus MGB (member demos langsung) yang memilih wakil MWA dari unsur Guru Besar. Kekuasaan ada pada SA mengingat SA lah yang menyelenggarakan pemilihannya dan mengusulkan tatacara untuk diputuskan MWA (Pasal 12 ART).

3. Siapakah Senat Akademik itu?

Pasal 30 ART:
(1) Anggota SA terdiri atas:
    a. Anggota yang karena jabatannya menjadi anggota SA, dan
    b. Anggota yang dipilih.
(2) Anggota SA karena jabatan terdiri atas:
    a. Rektor;
    b. Wakil Rektor;
    c. Dekan;
    d. Ketua Lembaga;
    e. Ketua UPU Perpustakaan Universitas;
    f. Ketua UPU Teknologi Informasi;
    g. Ketua UPU lainnya berdasarkan usul Rektor yang disetujui SA.

[catatan prastowo:
 1. dari kekuasaan langsung pimpinan universitas
    saat ini ada 8: 5 wr, 1 ketua lembaga, dan 2 kapala upu;
 2. 18 dekan dipilih oleh senat fakultas (Pasal 54 ayat 3) ]

(3) Jumlah anggota SA karena jabatan dapat berubah apabila terjadi
    perubahan jabatan atau perubahan struktur organisasi

Pasal 31 ART UGM
(1) Anggota SA yang dipilih adalah perwakilan Fakultas yang dipilih oleh
    SF dan terdiri atas:
    a. 2 (dua) orang Guru Besar;
    b. 1 (satu) orang dosen bukan Guru Besar.
[catatan prastowo: ini yang paling banyak 3 x 18 = 54]

4. Dekan dan anggota SA yang dipilih sebanyak 18 + 54 = 72, dipilih oleh SF. Unsur demokrasi, bila ada, masuk dalam keterwakilan demos di SF. Siapakan SF?

Pasal 51 ayat 1 ART UGM:
(1) Anggota SF terdiri atas:
    a. Guru Besar, Guru Besar Emeritus, dan Guru Besar Luar Biasa;
    b. Dekan;
    c. Wakil Dekan;
    d. Ketua Jurusan/Bagian;
    e. Wakil Jurusan/Bagian, yang dipilih dan jumlahnya disesuaikan
       dengan jumlah dosen Jurusan/Bagian yang bersangkutan.
       Menilik pasal keanggotaan SF, keterwakilan demos cukup bagus
       mengingat yang ditunjuk Dekan hanya Wadek saja.
Dengan asumsi demos kampus kita adalah para dosen ART UGM menerapkan model demokrasi perwakilan yang memberi tumpuan dasar pada keputusan kita untuk ikut rapat jurusan yang memilih anggota SF yang memilih anggota SA yang memilih anggta MWA yang memilih Rektor.

Saya pribadi berpendapat mekanisme ini cukup fair untuk komunitas kampus yang pada dasarnya memegang visi/misi dari pendiri kampus (dalam kasus UGM sebagai mantan PTN adalah pemerintah RI). Namun sebagai produk manusia tentu saja terbuka peluang untuk memperbaiki mekanisme itu. Ada dua jalur yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas governance UGM ke depan:

1. Para dosen hendaknya lebih serius dalam penentuan anggota SF (saya pribadi tidak ikut rapat jurusan yang memilih anggota perwakilannya di SF)

2. Para pemerhati kehidupan kampus bisa merumuskan usulan perbaikan pasal-pasal organisasi universitas di ART agar UGM ke depan menjadi (lebih) baik. Khusus untuk urusan pemilihan rektor, kita beruntung punya bahan pertimbangan untuk melihat plus minusnya demokrasi perwakilan dan demokrasi deliberatif.

Di era setelah Suharto, kita punya dua presiden produk demokrasi perwakilan yakni Gus Dur, dan Bu Mega, serta sempat pula mengenyam produk demokrasi pemilihan presiden langsung yakni pak SBY. Pertanyaan sekarang apakah kondisi Indonesia pada masa SBY lebih baik, lebih buruk, atau samasaja dibanding masa Gus Dur dan Bu Mega. Perlu dipertimbangkan pula bahwa pada politik pemerintahan, proses demokrasi digerakkan secara formal oleh partai sedangkan di Kampus tidak ada model kepartaian formal meskipun wajar saja kalau ada sentimen semacam kepartaian.

Hal lain yang disoroti salah seorang anggota mailing list dosen ugm adalah kelemahan profesor tua yang cenderung mempertahankan kekuasaan (katanya); bagaimana kalau kita soroti pula peran profesor muda. Saat ini sudah banyak Profesor di Majelis Guru Besar yang bisa masuk kategori mudah. Nampaknya para profesor muda ini belum terdengar partisipasinya pada rapat-rapat MGB (yang mestinya tidak memandang tua-muda). OK, bagian ini tidak seharusnya saya ikut-ikutan membahas mengingat profesorship buat saya masih terlalu jauh.


Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik D50C di
  • 5. siti

    saat ini yang terjadi demokrasi yang kebablasen. Banyak yang menggembar-gemborkan suara tanpa dasar. Contohnya aksi mahasiswa UGM yang menuntut pilihan rektor secara langsung, dasar apa yang mereka pegang? Karena pilihan rektor saat ini dengan status UGM yang BHMN sudah sangat jelas mengacu pada PP 153 tahun 2000.

    01-05-07 02:06
  • 4. prastowo

    Bisa saja. Kita teliti dari peraturan perundang-undangan yang ada untuk merumuskan arah kebijakan TIK kampus ugm itu akan dibawa ke mana. Bebas saja kok. Saya sedang menikmati rumusan-rumusan peserta kuliah audit TIK yang kesemuanya bervariasi dan sangat menarik.

    23-04-07 07:22
  • 3. afie

    ooo...jadi tugas yang renstra kemaren dibuat kayak gini ya pak?

    23-04-07 04:44
  • 2. prastowo

    Bukan wajib tugas kuliah kok

    21-04-07 02:41
  • 1. Deddy

    Wah...saya koq gk tertarik baca ya...maaf pak

    21-04-07 01:12