Orang cenderung langsung mempercayai berita yang dimauinya

Bambang Nurcahyo Prastowo

Tenaga Pendidik di Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika FMIPA UGM

Mail: prastowo@ugm.ac.id * Web: http://prastowo.staff.ugm.ac.id
Mobile: +62 811-2514-837 * CV singkat

Orang cenderung langsung mempercayai berita yang dimauinya

Date: 04-06-14 11:18
Terus terang saya frustrasi mengikuti proses politik di Indonesia. Bagaimana mungkin sekelompok orang terpelajar bisa percaya dan kemudian menyebarluaskan berita palsu begitu saja. Tapi setelah dipikir-pikir, pada dasarnya fenomemena ini tidak monopoli musim kampanye di Indonesia saja. Banyak teori yang menjelaskan fenomena suksesnya penyebaran hoax. Karena itu tidak ada alasan khusus untuk membenci mereka karena perilaku menyebar berita palsu itu karena pada dasrnya mereka tidak tidak menyadarinya sebagaimana kita mungkin sesekali pernah termakan dan kemudian bersemangat sharing hoax.

Dalam upaca mencari tahu sebab-sebab cerobohnya orang dalam penyebaluasan berita palsu, saya coba googling dengan kata kunci believing false news. Ternyata sudah banyak penelitian yang membahas paradox ini. Di satu sisi Internet memudahkan kita mencari dan memverifikasi kebenaran berita, di sisi lain jarang orang memanfaatkan Internet untuk memverifikasi suatu berita manakala isinya mendukung yang telah terangankan sebelumnya.

Yang menarik dari temuan-temuan itu adalah kenyataan sulitnya kita mengkoreksi berita palsu bahkan upaya koreksi kadang justru bisa memperkuat kepercayaan orang pada kepalsuan itu. Nampaknya, sisi kelemahan Internet ini justru dimanfaatkan orang-orang tertentu sebagai bagian dari taktik memenangkan kampanye. Karenanya mari kita coba sedikit meningkatkan mutu pemilu dengan selalu mencari tahu kebenarnan suatu berita sebelum ikut-ikutan sharing berita itu. Berikut ini saya kutipkan beberapa bahasan tentang fenomena itu.

=====

\"One of the paradoxes of the information age is the all too often vast gulf between what is popularly accepted and what is objectively true. In almost every sphere of human endeavour, misconceptions abound and frequently have a detrimental effect on understanding, debate and decision-making. But does this need to be the case?\"
http://www.irishtimes.com/news/politics/ideological-fixations-can-lead-people-to-believe-what-they-want-to-believe-1.1641540

\"Fifty students participated in the study, in which they were asked 120 basic science questions (What is stored in a camel\'s hump? What organ in the human body cleans the bloodstream and produces urine? What class of animals is the closest living relative of the dinosaurs?) The students also ranked their level of confidence in their answers, and they were really sure they had it right, at least some of the time. But in most cases they were dead wrong. And here\'s the finding that Butler described in a telephone interview as totally surprising.\"
http://abcnews.go.com/Technology/people-frauds-misinformation-hard-correct/story?id=15538721

\"And that, ultimately, is the final, big piece of the puzzle: the cross-party, cross-platform unification of the country’s élites, those we perceive as opinion leaders, can make it possible for messages to spread broadly. The campaign against smoking is one of the most successful public-interest fact-checking operations in history. But, if smoking were just for Republicans or Democrats, change would have been far more unlikely. It’s only after ideology is put to the side that a message itself can change, so that it becomes decoupled from notions of self-perception.\"
http://www.newyorker.com/online/blogs/mariakonnikova/2014/05/why-do-people-persist-in-believing-things-that-just-arent-true.html

\"Globally, the amount of satire and fake news is likely to grow. Using off-the-shelf scripts, kids will be able to knock up sophisticated fake websites in their bedrooms with a few mouse clicks. There will be more meme generators and tools for digital manipulation will become more accessible for unskilled users. As the web expands, it will be more and more common to read news on websites we have never heard of.\"
http://www.rferl.org/content/why-were-more-likely-than-ever-before-to-believe-fake-news/24701144.html


\"Earlier this week I saw headlines about U.S. Rep. Michele Bachmann. They clarified that the provocative congresswoman wasn’t actually stoned, as had been reported. I didn’t know that people thought the prominent tea-party conservative ever was high.

It turns out, she never was. (At least as far as we know). The “news” broke in an intentionally phony article from Newslo, an upstart “satire” website that I had never heard of until this week. Another satiric site, the Daily Currant, continues to fool real journalists in institutions as revered as the Washington Post.\"

http://www.civilbeat.com/2014/01/20860-gene-park-it-is-time-to-stop-sharing-fake-news/


\"You have to be careful when you correct misinformation that you don\'t inadvertently strengthen it,\" says Stephan Lewandowsky, a psychologist at the University of Western Australia in Perth and one of the paper\'s authors. \"If the issues go to the heart of people\'s deeply held world views, they become more entrenched in their opinions if you try to update their thinking.
Psychologists call this reaction belief perseverance: maintaining your original opinions in the face of overwhelming data that contradicts your beliefs. Everyone does it, but we are especially vulnerable when invalidated beliefs form a key part of how we narrate our lives. Researchers have found that stereotypes, religious faiths and even our self-concept are especially vulnerable to belief perseverance.\"

http://www.scientificamerican.com/article/how-to-stop-misinformation-from-becoming-popular-belief/

Cukup lah bisa dikatakan sebagai pendusta, seseorang yang mengatakan semua yang didengarnya (h.r. Muslim)

Kirim Komentar

Nama:
Website:

Ketik 3D91 di
  • 7. Paket Wisata Jogja

    Seperti tetangganya di Asia Tenggara, Indonesia memiliki dua musim

    29-01-21 12:28
  • 6. Risha Putri Astriyani

    yap pak, setuju. bahkan di timeline saya, nyaris setiap hari berderet berita - berita yang entah itu kebenarannya atau faktanya sudah diselidiki ataukah masih dalam bentuk fitnah. padahal yang nge-share pun orang - orang intelektual muda

    10-06-14 10:42
  • 5. Dede Ulinuha Mahmud

    setuju sekali pak! saya sering tidak habis pikir melihat orang-orang dengan gampangnya menyebarkan berita hoax yang sebenarnya berita itu adalah gamblang hoax. Beberapa orang tidak banyak berfikir untuk "share" sebuah artikel, bahkan ada oknum yang hanya sekedar membaca judul beritanya saja dan tanpa pikir panjang langsung "share".

    yang menjadi concern disini adalah masyarakat Indonesia kini dihadapi dengan musim pilpres. Berita hoax semacam black campaign begitu merajalela di dunia maya. inilah penyakit orang Indonesia. inilah penyebab tidak majunya negara Indonesia. Yang awalnya berita hoax disebar secara tidak sengaja, pada akhirnya masyarakat terpecah belah akibat penyebaran berita ini.

    10-06-14 09:58
  • 4. Aditya Fadzilah

    sering kali seseorang mempercayai suatu berita tanpa mencari referensi sumber lain yang terkait. semakin banyak orang yang percaya dengan suatu berita maka semakin yakin lah orang sekitar ditambah dukungan lingkungan yang satu pikiran. Sahabat saya pernah berkata bahwa kebenaran itu bukan dari jumlah kepala yang menyetujuinya melainkan dari isi berita tersebut. jadi menurut saya kenali dahulu suatu berita, gali lebih dalam sebelum anda mempercayai berita tersebut. Selamat menggali sahabat ..

    10-06-14 09:12
  • 3. Angga Riyandi

    menurut saya , orang-orang mudah percaya terhadap informasi yang didapatnya bisa jadi dipengaruhi sepahamnya penerima informasi dan informasi tersebut. Sehingga ia semakin yakin akan kebenaran informasi tersebut

    10-06-14 08:39
  • 2. Jaler Sekar Maji

    Benar pak, berbagai informasi yang beredar seringkali disebarkan begitu saja tanpa mengetahui sumber tersebut. Sering ditemukan bahwa seseorang menyebarkan berbagai informasi jika dia menerima informasi tersebut pada orang yang ia kenal atau memang informasi tersebut dianggap keren untuk disebarkan.
    Seperti pada salah satu acara pada National Geographic, terdapat percobaan di sebuah mall tim dari NatGeo(National Geographic) tersebut menyamar menjadi reporter ulung, berdandan rapi seperti reporter pada umumnya. Kemudian secara acak memilih orang untuk diwawancarainya mengenai berita palsu dan hasilnya orang-orang cenderung percaya. Kemudian tim dari NatGeo tersebut berdandan seperti orang biasa dan mewancarai berita yang sama dan hasilnya banyak orang yang tidak percaya.
    Pada kejadian di atas dapat disimpulkan bahwa orang-orang akan lebih percaya suatu berita bergantung siapa yang menyampaikannya apapun berita itu.

    10-06-14 08:25
  • 1. Kharisma Cahyaning Turnami

    Setuju Pak, banyak sekali orang berkepentingan melakukan ini namun tak semua orang tak menelaah dengan baik. Banyak yang akhirnya "melebur" dalam berita tersebut tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.

    10-06-14 05:39